Satupilar.com | Banda Aceh Masyarakat Aceh bertanya-tanya, kenapa proses hukum kasus Penyimpangan Pengadaan Budidaya Ikan Kakap dan Pakan Rucah untuk Masyarakat Korban Konflik pada Badan Reintegrasi Aceh Tahun Anggaran 2023 di Kabupaten Aceh Timur yang merugikan Negara Rp.15,7 M berjalan begitu lamban. Bahkan sebelum 6 tersangka di masukkan ke penjara, berkembang informasi bahwa Kejati Aceh akan menentapkan tersangka baru, tapinya nyatanya cuma kabar burung saja.
Bukhari sebagai Ketua Umum Lembaga Investigasi Nasional (LIN) Provinsi Aceh ikut mengkritisi kebijakan Kejati Aceh yang menurutnya tidak konsisten dan tidak jelas dalam penerapan hukum pada kasus BRA tersebut.
Sebagai contoh, pada kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan Kuala Gigieng Kecamatan Simpang Tiga, Pidie tahap II yaitu pemasangan rangka baja yang dikerjakan oleh CV. Pilar Jaya dengan harga kontrak Rp.1,8 miliar, Kejati Aceh menetapkan tersangka yaitu adalah Fajri sebagai PA, Johneri Ferdian sebagai KPA, Kurniawan sebagai PPTK dan Saifuddin sebagai Wakil Direktur CV. Pilar Jaya, terang Bukhari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tapi dalam kasus bobolnya BRA 15,7 M, kenapa Dr. Syukri Sebagai PA & 5 Direktur Perusahaan tidak Dijadikan Tersangka Oleh Kejati Aceh ? Tanya Bukhari.
Adakah hal yang spesial dari Dr. Syukri & 5 Direktur Perusahaan atau Kejati Aceh sedang melakukan aksi tebang pilih ? Masyarakat semakin meragukan kinerja Kejati Aceh, jelas Bukhari.
Bukhari juga menjelaskan bahwa DR. Syukri Bin Muhammad Yusuf, MA adalah sebagai Kepala Sekretariat BRA yang sekaligus merangkap sebagai PA pada BRA berdasarkan SK Gubernur Aceh tanggal 19 Desember 2019 Nomor 954/1863/2019 Tentang Penetapan Pengguna Anggaran Dan Bendahara/Pengguna Barang, Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran Pada Satuan Kerja Perangkat Aceh Tahun Anggaran 2020.
Bahwa dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah di BRA, tugas dan kewenangannya DR. Syukri sebagai PA diatur pada Pasal 9 angka (1) Perpres No.12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Perpres No.16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Apabila Muhammad sebagai KPA mau menjalankan kegiatan pekerjaan Pengadaan Budidaya Ikan Kakap dan Pakan Rucah, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu harus adanya kuasa dari Dr.Syukri sebagai PA sebagai pelimpahan kewenangan PA kepada KPA. Tapi surat tersebut tak kunjung tiba, maka oleh karenanya, tanggung jawab pekerjaan Pengadaan Budidaya Ikan Kakap dan Pakan Rucah Tahun 2023 masih ditangan Dr. Syukri.
Bahwa tugas lain yang diamanatkan oleh regulasi adalah, DR. Syukri sebagai PA, bukan hanya menetapkan Mahdi sebagai PPTK tapi juga menetapkan Tim ahli atau tenaga ahli serta Tim Teknis untuk melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan Pengadaan Budidaya Ikan Kakap dan Pakan Rucah, tapi hal tersebut tidak dilakukannya.
Akhirnya, pada saat pemeriksaan Pengadaan Budidaya Ikan Kakap dan Pakan Rucah, dipaksakan harus diperiksa oleh Muhammad sebagai KPA dan Mahdi sebagai PPTK yang sekarang dijadikan tersangka.
Sudah terang benderang peran DR. Syukri sebagai PA dan dia harus bertanggung jawab atas bobolnya BRA Rp.15,7 M, tapi penyidik Kejati Aceh tutup mata atas hal tersebut.
Sebagai referensi, Bukhari menganjurkan Penyidik Kejati Aceh untuk membaca putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh No.41/PID.SUS/TIPIKOR/2024/PT BNA yang dibacakan tanggal 24 Oktober 2024 yang membebaskan T. Zahlul Fitri sebagai PPTK pada Dinas kesehatan Aceh Besar pada kasus dugaan korupsi Pembangunan Puskesmas Lamtamot Aceh Besar Tahun 2019. Putusan ini memperjelas dan mempertegas bahwa PPTK tidak memiliki tanggung jawab hukum pada kegiatan pengadaan barang/jasa.
Sebagai Ketum LIN Aceh, Bukhari merasa kesal, bahwa Direktur perusahaan CV.Meusuraya, CV.Juang Karya, CV. Globalindo Mandiri Jaya, CV. Alam Raya Perkasa dan CV. Semangat Baru Qalesya sebagai pelaksana Pengadaan Budi Daya Ikan Kakap dan Pakan Rucah sampai saat ini oleh Kejati Aceh belum juga ditetapkan sebagai tersangka. Jelas pimpinan perusahaan menandatangani kontrak kerja, jelas ada aliran uang masuk, jelas mereka tidak melaksanakan kegiatan alias fiktif tapi uang dicairkan.
Oleh karenanya, Bukhari mendesak Penyidik Kejati Aceh untuk segera menetapkan DR. Syukri dan 5 Direktur perusahaan sebagai tersangka.